Humansofny menulis tentang seorang Liberia yang tinggal di New York, “Saya bertumbuh di sebuah desa kecil di Liberia. Setiap orang seperti keluarga. Saya pergi saat berusia 19 tahun untuk belajar di Perancis. Ketika saya pergi, perang saudara pecah, dan setiap orang di desa melarikan diri. Tiba-tiba saya tidak punya lagi rumah untuk pulang.” Sepertinya sepele, tetapi rumah selalu menjadi tempat yang dirindukan. Sejauh apapun orang merantau, keinginan untuk sesekali pulang ke rumahnya selalu ada.
Sebuah Rumah Damai
Makin dekat hubungan seseorang, makin terlihat kelebihan dan kekurangannya, dan makin seseorang merasa tidak sungkan untuk mengkritik. Karena itu rumah rawan pertengkaran. Tetapi seharusnya, rumah merupakan tempat di mana kita belajar untuk saling mengasihi tanpa syarat. Kita tidak bisa memilih siapa ayah, ibu dan saudara, mereka adalah pemberian Tuhan untuk membangun karakter kita. Rumah yang mirip zona peperangan, membuat anak-anak merasa tidak aman, dan berpikir bahwa dunia adalah tempat yang tidak aman baginya sehingga mereka menjadi anak yang kurang yakin akan dirinya. Ciptakan rumah yang penuh damai. Kata Goethe, orang yang bahagia, entah raja atau petani, yaitu mereka yang menemukan kedamaian di rumahnya.
Sebuah Kesuksesan rumah
Biasanya orang mengejar dan merencanakan sukses di karir/usaha, tetapi lupa bahwa sukses di rumah juga perlu usaha khusus, tidak terjadi begitu saja. Kenyataannya, orang bekerja dan menghabiskan energi dan pemikiran terbaik mereka di luar, lalu pulang ke rumah setengah pingsan, ingin langsung tidur tanpa diganggu. Tidak ada lagi energi untuk menyenangkan pasangan dan bermain dengan anak. Padahal kesuksesan di rumah mendorong produktivitas seseorang di tempat kerja. Biarlah rumah menjadi prioritas kita
Tidak ada Sukses yang dapat mengkompensasikan Kegagalan dalam rumah
Penulis : Esther Idayanti
image :
